Hari
itu jam sebelas siang. Murid-murid TK Indria berhamburan dari ruang kelas.
Anak-anak yang sudah dijemput oleh orang tua mereka sudah boleh pulang.
Sementara itu anak yang belum dijemput oleh orang tuanya hanya boleh menunggu
di ruang kelas sambil bermain ditemani oleh guru mereka. Hal itu sudah menjadi
peraturan sekolah untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti
penculikan.
Aku
menatap semua itu dari seberang jalan tempatku bekerja. TK itu buatku
memberikan pemandangan yang indah. Anak-anak berusia lima tahun yang sedang lucu-lucunya membuatku
gemas. Sambil bermain mereka tertawa bahagia sambil menampakkan gigi mereka
yang ompong.
Aku
memandang mereka dengan perasaan iri bercampur sedih. Sering diam-diam aku
meneteskan air mata. Aku menyadari dengan pasti bahwa Tuhan tidak akan
memberikan kesempatan untukku melahirkan seorang putrapun. Hatiku selalu
berkata seperti itu sambil tanganku sesekali mengelus perutku. Tidak akan
pernah ada seorang bayipun yang akan lahir dari perut ini.
Aku
kembali pada pemandangan indah di seberang jalan tempatku bekerja. Sebuah TK.
Ya Cuma sebuah sekolah taman kanak-kanak sederhana milik sebuah yayasan yang
tidak begitu terkenal.
Kulihat
lagi seorang ibu muda yang sedang hamil menuntun anak perempuan kecil dengan
ditemani oleh suaminya. Ya Allah alangkah bahagianya pasangan itu. Memiliki
hidup yang sempurna. Seorang suami yang penyayang, anak yang lucu dan sebentar
lagi akan hadir seorang bayi mungil yang akan menambah kebahagiaan mereka.
Hatiku kembali teriris.
Ya
Tuhan. Aku juga sadar dengan pasti bahwa aku tidak akan mungkin memiliki suami.
Hatiku kembali menangis
Aku
teringat pada kejadian setahun yang lalu. Aku bertemu seorang laki-laki. Dia
bernama Jim. Seorang lelaki asal Ambon.
Berkulit hitam manis khas lelaki Ambon.
Aku
benar-benar menyukainya bahkan lebih dari itu. Aku jatuh cinta. Dia begitu baik
dan penuh perhatian. Paling tidak menurutku dia juga menyukaiku.
Aku
merasa tak mungkin memilikinya. Namun cinta ini terlalu dalam untuknya. Aku tak
ingin dia pergi begitu saja. Ia harus tahu apa yang aku rasakan. Walau di
hatiku yang paling dalam aku menyadari aku tak mungkin memilikinya.
Jatuh
cinta adalah peristiwa langka dalam hidup setiap orang. Tidak setiap hari
seseorang jatuh cinta pada orang lain. Dalam pengertian benar-benar jatuh
cinta. Jatuh cinta yang menggetarkan hati. Yang hanya mendengar namanya disebut
saja sudah memberikan kebahagiaan luar biasa dalam hati apa lagi memilikinya.
Cinta
seperti itulah yang aku rasakan pada Jim. Tubuhku selalu gemetar setiap kali
bertatapan mata dengannya. Dan hari-hariku saat itu adalah hari dengan penuh
kuntum bunga warna-warni, adalah hari dengan dipenuhi pelangi.
Tak
terbayangkan andai laki-laki itu dapat kumiliki seutuhnya. Hidupku akan menjadi
sempurna. Mengkhayalkan hal itu saja sudah membuat aku merasa begitu bahagia.
Akhirnya
dengan segala kekuatan yang ada kupersiapkan diriku untuk mengungkapkan kata
cinta untuknya.
Dan
terjadilah hal seperti yang telah kubayangkan sebelumnya. Ia memandangku dari
ujung rambut sampai ke ujung kaki.
Buatku
itu adalah tiga menit terpanjang dalam hidupku. Waktu berjalan begitu lambat.
Ia sedikit menyungging senyum mendengar ungkapan sebuah hati yang begitu
mendambakannya.
Ia
tertawa. Seperti mengejek dan pergi. Tidak ada satu katapun yang keluar dari
bibirnya, walaupun itu sebuah makian sekalipun. Aku menangis. Terluka. Sakit.
Tuhan,
mengapa kau ciptakan aku? Kenapa aku harus Kau lahirkan ke dunia ini? Betapa
sakitnya, mencintai dengan begitu tulus namun tak pernah bisa memilikinya.
Orang
mungkin tidak pernah tahu apa yang aku rasakan. Semua itu tersimpan rapi jauh
di dalam hati. Tidak ada yang tahu. Tidak satu orangpun.
Aku
begitu mengidamkan kehidupan yang bahagia. Sama seperti semua orang. Memiliki
anak dan suami. Tak terbayangkan rasanya betapa bahagia bila ada seorang anak
kecil dengan senyum polos memanggilku mama.
Ya
Tuhan. Aku tahu pasti itu takkan mungkin.
Betapa
bahagia rasanya bila ada seorang laki-laki yang tulus mencintai. Hidup bersama
sampai tua mengasuh anak-anak.
Ya
Tuhan. Aku tahu dengan pasti itu juga takkan mungkin.
Apa
yang mungkin buatku hanya bekerja mencari uang sambil menikmati kebahagiaan
semu. Tertawa pura-pura bahagia. Walau dihati ini menjerit menahan tangis.
Bagaimana
mungkin aku memiliki semua itu. Seorang bayi mungil dan seorang suami yang
penuh kasih sayang. Bagaimana mungkin.
Aku
menunduk sedih.
Bagaimana
mungkin aku memiliki itu semua. Sementara aku terlahir dengan nama Bambang
Prasojo. Nama yang benar-benar tak kusuka. Segera setelah aku dewasa aku
mengganti namaku dengan nama Wulan.
Bagaimana
mungkin aku memiliki seorang suami, sementara ayahku telah menjodohkanku dengan
Sri Indarti sementara aku setengah mati mencintai dengan seluruh jiwa ragaku
Jim.
Bagaimana
mungkin aku dapat memiliki semua itu, sementara aku seorang waria!
No comments:
Post a Comment