Tuesday, April 1, 2014

BAMBANG PRASOJO





Hari itu jam sebelas siang. Murid-murid TK Indria berhamburan dari ruang kelas. Anak-anak yang sudah dijemput oleh orang tua mereka sudah boleh pulang. Sementara itu anak yang belum dijemput oleh orang tuanya hanya boleh menunggu di ruang kelas sambil bermain ditemani oleh guru mereka. Hal itu sudah menjadi peraturan sekolah untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti penculikan.
Aku menatap semua itu dari seberang jalan tempatku bekerja. TK itu buatku memberikan pemandangan yang indah. Anak-anak berusia lima tahun yang sedang lucu-lucunya membuatku gemas. Sambil bermain mereka tertawa bahagia sambil menampakkan gigi mereka yang ompong.
Aku memandang mereka dengan perasaan iri bercampur sedih. Sering diam-diam aku meneteskan air mata. Aku menyadari dengan pasti bahwa Tuhan tidak akan memberikan kesempatan untukku melahirkan seorang putrapun. Hatiku selalu berkata seperti itu sambil tanganku sesekali mengelus perutku. Tidak akan pernah ada seorang bayipun yang akan lahir dari perut ini.
Aku kembali pada pemandangan indah di seberang jalan tempatku bekerja. Sebuah TK. Ya Cuma sebuah sekolah taman kanak-kanak sederhana milik sebuah yayasan yang tidak begitu terkenal.
Kulihat lagi seorang ibu muda yang sedang hamil menuntun anak perempuan kecil dengan ditemani oleh suaminya. Ya Allah alangkah bahagianya pasangan itu. Memiliki hidup yang sempurna. Seorang suami yang penyayang, anak yang lucu dan sebentar lagi akan hadir seorang bayi mungil yang akan menambah kebahagiaan mereka. Hatiku kembali teriris.
Ya Tuhan. Aku juga sadar dengan pasti bahwa aku tidak akan mungkin memiliki suami. Hatiku kembali menangis
Aku teringat pada kejadian setahun yang lalu. Aku bertemu seorang laki-laki. Dia bernama Jim. Seorang lelaki asal Ambon. Berkulit hitam manis khas lelaki Ambon.
Aku benar-benar menyukainya bahkan lebih dari itu. Aku jatuh cinta. Dia begitu baik dan penuh perhatian. Paling tidak menurutku dia juga menyukaiku.
Aku merasa tak mungkin memilikinya. Namun cinta ini terlalu dalam untuknya. Aku tak ingin dia pergi begitu saja. Ia harus tahu apa yang aku rasakan. Walau di hatiku yang paling dalam aku menyadari aku tak mungkin memilikinya.
Jatuh cinta adalah peristiwa langka dalam hidup setiap orang. Tidak setiap hari seseorang jatuh cinta pada orang lain. Dalam pengertian benar-benar jatuh cinta. Jatuh cinta yang menggetarkan hati. Yang hanya mendengar namanya disebut saja sudah memberikan kebahagiaan luar biasa dalam hati apa lagi memilikinya.
Cinta seperti itulah yang aku rasakan pada Jim. Tubuhku selalu gemetar setiap kali bertatapan mata dengannya. Dan hari-hariku saat itu adalah hari dengan penuh kuntum bunga warna-warni, adalah hari dengan dipenuhi pelangi.
Tak terbayangkan andai laki-laki itu dapat kumiliki seutuhnya. Hidupku akan menjadi sempurna. Mengkhayalkan hal itu saja sudah membuat aku merasa begitu bahagia.
Akhirnya dengan segala kekuatan yang ada kupersiapkan diriku untuk mengungkapkan kata cinta untuknya.
Dan terjadilah hal seperti yang telah kubayangkan sebelumnya. Ia memandangku dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.
Buatku itu adalah tiga menit terpanjang dalam hidupku. Waktu berjalan begitu lambat. Ia sedikit menyungging senyum mendengar ungkapan sebuah hati yang begitu mendambakannya.
Ia tertawa. Seperti mengejek dan pergi. Tidak ada satu katapun yang keluar dari bibirnya, walaupun itu sebuah makian sekalipun. Aku menangis. Terluka. Sakit.
Tuhan, mengapa kau ciptakan aku? Kenapa aku harus Kau lahirkan ke dunia ini? Betapa sakitnya, mencintai dengan begitu tulus namun tak pernah bisa memilikinya.
Orang mungkin tidak pernah tahu apa yang aku rasakan. Semua itu tersimpan rapi jauh di dalam hati. Tidak ada yang tahu. Tidak satu orangpun.
Aku begitu mengidamkan kehidupan yang bahagia. Sama seperti semua orang. Memiliki anak dan suami. Tak terbayangkan rasanya betapa bahagia bila ada seorang anak kecil dengan senyum polos memanggilku mama.
Ya Tuhan. Aku tahu pasti itu takkan mungkin.
Betapa bahagia rasanya bila ada seorang laki-laki yang tulus mencintai. Hidup bersama sampai tua mengasuh anak-anak.
Ya Tuhan. Aku tahu dengan pasti itu juga takkan mungkin.
Apa yang mungkin buatku hanya bekerja mencari uang sambil menikmati kebahagiaan semu. Tertawa pura-pura bahagia. Walau dihati ini menjerit menahan tangis.
Bagaimana mungkin aku memiliki semua itu. Seorang bayi mungil dan seorang suami yang penuh kasih sayang. Bagaimana mungkin.
Aku menunduk sedih.
Bagaimana mungkin aku memiliki itu semua. Sementara aku terlahir dengan nama Bambang Prasojo. Nama yang benar-benar tak kusuka. Segera setelah aku dewasa aku mengganti namaku dengan nama Wulan.
Bagaimana mungkin aku memiliki seorang suami, sementara ayahku telah menjodohkanku dengan Sri Indarti sementara aku setengah mati mencintai dengan seluruh jiwa ragaku Jim.
Bagaimana mungkin aku dapat memiliki semua itu, sementara aku seorang waria!

No comments:

Post a Comment